Arti ‘Penyerahan’ dalam UU PPN
(Bagian II)
Dalam tulisan sebelumnya diungkapkan bahwa pengertian
mengenai istilah ‘penyerahan BKP’ maupun ‘penyerahan JKP’
sudah pernah dimuat dalam memori penjelasan Pasal 13 Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 143 Tahun 2000. Kemudian dalam bulan Agustus 2011, Dirjen Pajak
menerbitkan SE-50/PJ./2011 yang isinya tidak berbeda dengan PP tersebut.
a.
Saat Penyerahan BKP untuk Barang Berwujud Bergerak
Dalam memori
penjelasan Pasal 13 ayat (1), PP Nomor 143 Tahun 2000 menegaskan bahwa saat
penyerahan barang bergerak tidak selalu dikaitkan berbagai syarat penyerahan
yang lazim terjadi dalam dunia perdagangan. Dengan bahasa sederhana dapat
dikatakan bahwa UU PPN tidak peduli dengan arti penyerahan yang lazim dalam
dunia perdagangan atau bisnis.
UU PPN,
masih menurut penjelasan Pasal 13 ayat (1) tadi, menganut pendirian bahwa
penyerahan barang bergerak telah terjadi pada saat barang tersebut
dikeluarkan dari penguasaan PKP dengan maksud langsung atau tidak langsung
untuk diserahkan kepada pihak lain. Oleh karena itu, PPN terutang
pada saat barang diserahkan kepada pihak kedua atau pembeli atau pada saat
barang diserahkan melalui juru kirim, pengusaha angkutan, perusahaan angkutan,
atau pihak ketiga lainnya untuk atau atas nama pihak kedua atau pembeli.
Dalam upaya
memahami penjelasan dalam Pasal 13 ayat (1) tersebut, penulis mencoba mengambil
satu ilustrasi yang sering terjadi dalam praktik sebagai berikut:
PT ABC
menjual BKP kepada pembelinya di luar kota. PT ABC mengirimkan BKP
tersebut melalui perusahaan ekspedisi pada tanggal 30 September 2011 dan BKP
sampai di tangan pembeli tanggal 1 Oktober 2011 (ini dibuktikan dengan tanggal
tanda terima barang yang dikeluarkan oleh perusahaan ekspedisi).
Lazimnya
dalam praktik bisnis, ‘penyerahan’ untuk transaksi tersebut
dianggap terjadi tanggal 1 Oktober 2011 yaitu pada saat BKP sampai di tangan
pembelinya. Tetapi, jika mengacu kepada penjelasan Pasal 13 ayat (1) PP
Nomor 143 Tahun 2001 di atas, penyerahan BKP justru dianggap
telah terjadi pada tanggal 30 September 2011 pada saat penjual BKP
menyerahkannya kepada perusahaan ekspedisi (juru kirim).
Penjelasan
Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 143 Tahun 2000 tersebut juga senada dengan
penjelasan Dirjen Pajak dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor SE-50/PJ./2011
tanggal 3 Agustus 2011. Meski terlihat seperti mengutip penjelasan PP
Nomor 143 Tahun 2000 tadi, namun dalam butir 2 SE tersebut terdapat penjelasan
tambahan sebagai berikut:
“Prinsip
akrual sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang
PPN tersebut di atas mencerminkan bahwa penentuan saat terutangnya pajak atas
penyerahan barang dan penyerahan jasa dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai sejalan dengan norma dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam
prinsip akuntansi yang berlaku umum, penyerahan barang dianggap telah terjadi
apabila risiko dan manfaat kepemilikan barang telah berpindah kepada pembeli
dan jumlah pendapatan dari transaksi tersebut dapat diukur dengan handal.
Demikian juga dengan penyerahan jasa diakui pada saat pendapatan atas
penyerahan jasa tersebut telah dapat diestimasi atau diukur dengan handal.
Dalam sistem akrual, pendapatan atau piutang diakui pada saat terjadinya
transaksi tersebut, tanpa melihat apakah atas transaksi tersebut telah dibayar
ataupun belum dibayar. Pengakuan pendapatan atau pencatatan piutang dicerminkan
dengan penerbitan invoice/faktur penjualan yang sekaligus menjadi dokumen
sumber dan sebagai dasar pencatatan pengakuan pendapatan atau pencatatan
piutang.”
Dari
penjelasan tersebut, penulis berpendapat bahwa dalam hal uang pembayaran belum
diterima (baik sebagian atau seluruhnya), maka saat yang ditetapkan sebagai
saat ‘penyerahan BKP’ adalah pada saat penjual mencatat
penyerahan barang itu sebagai piutang atau penjualan. Dengan
mencatat atau mengakui piutang atau penjualan, berarti penjual secara nyata
telah mengalihkan risiko dan manfaat atas barang tersebut kepada pembeli.
Dengan begitu, maka secara PPN-pun atas penyerahan itu sudah terutang PPN dan
sudah harus diterbitkan Faktur Pajak.
Jika
penegasan dalam butir 2 SE-50/PJ./2011 tersebut diterapkan pada ilustrasi yang
penulis sampaikan di atas, di mana PT ABC menyerahkan barang jualannya kepada
pembeli di luar kota melalui perusahaan ekspedisi, maka pembuatan Faktur Pajak
atas penjualan tersebut dapat dilakukan pada tanggal-tanggal berikut:
- Jika pada saat menyerahkan barang jualannya kepada perusahaan ekspedisi (tanggal 30 September 2011), PT ABC sudah mencatat Piutang dan Penjualan dalam bukunya, maka saat ‘penyerahan BKP’ dan pembuatan Faktur Pajak adalah tanggal 30 September 2011;
- Akan tetapi, jika pada saat menyerahkan ke perusahaan ekspedisi PT ABC hanya mencatat Barang dalam Perjalanan (debit) dan Persediaan Barang Dagangan atau Inventory (credit) kemudian pada saat menerima laporan penerimaan barang oleh pembeli PT ABC mencatat Piutang (debit) dan Penjualan (credit), maka saat ‘penyerahan BKP’ dan pembuatan Faktur Pajak adalah tanggal 1 Oktober 2011 (note: ini hanya mungkin dilakukan jika ketentuan akuntansi umum/SAK memperbolehkan).
b.
Saat Penyerahan BKP untuk Barang Berwujud Tidak Bergerak
Dalam
penentuan saat penyerahan barang tidak bergerak, PP tersebut menjelaskan bahwa
PPN menganut pendirian bahwa penyerahan hanya dapat dilakukan
bila barang tersebut secara fisik telah ada. Dan saat yang ditentukan
sebagai saat penyerahan BKP dalam hal ini adalah pada saat surat
atau akte perjanjian yang mengakibatkan perpindahan hak atas barang tersebut
ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan.
Untuk
mempertegas pemahaman kata penyerahan BKP tidak bergerak, PP Nomor 143 Tahun
2000 memberikan tiga buah contoh transaksi. Dalam contoh pertama
diilustrasikan terjadi perjanjian jual beli rumah yang surat perjanjiannya
ditandatangani tanggal 1 Mei 2001. Sementara perjanjian penyerahan hak
untuk menggunakan atau menguasai rumah dibuat dan ditandatangani tanggal 1
September 2001.
Mengenai
ilustrasi dalam contoh pertama tersebut, UU PPN menetapkan bahwa saat
penyerahan BKP adalah tanggal 1 September 2001. Namun demikian, dalam
kalimat lanjutannya, pasal tersebut mengatakan bahwa apabila sebelum surat atau
akte tersebut dibuat/ditandatangani rumahnya telah diserahkan atau berada dalam
penguasaan pembeli, maka PPN terutang (yang menjadi saat penyerahan BKP dan
saat terutangnya PPN) adalah pada saat rumah tersebut secara nyata
diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau
penerima barang.
Lalu apa
maksud dari kata yang dicetak miring itu? Kapan sebenarnya saat yang dimaksud
dengan saat ‘secara nyata diserahkan’ atau ‘berada dalam
penguasaan’? Menurut penulis, jika itu tidak dikaitkan dengan
keharusan bukti hitam di atas putih (tanpa perlu akte atau perjanjian tertulis,
maksudnya), maka yang dimaksud dengan saat ‘secara nyata diserahkan’
atau ‘berada dalam penguasaan’ adalah pada saat kunci rumah
tersebut diserahkan kepada pembeli. Bukankah sejak pembeli
menerima kunci itu pembeli sudah dapat dikatakan menguasai rumah karena bisa
menempatinya kapan saja?
Kemudian
dalam ilustrasi kedua, memori penjelasan Pasal 13 ayat (2) PP Nomor 143 Tahun
2000 menggambarkan sebuah rumah siap pakai dijual dan serahkan secara nyata
tanggal 1 Agustus 2001. Dalam contoh ini, saat pajak terutang adalah
tanggal 1 Agustus 2001. Namun sekali lagi PP tersebut menegaskan bahwa
bilamana sebelum surat atau akte tersebut dibuat atau ditandatangani, barang
tidak bergerak telah diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau
penerimanya, maka pajak terutang pada saat barang terebut diserahkan secara
nyata atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerima barang. Di sini
juga tidak dijelaskan apa maksud dari kata ‘barang tidak bergerak telah
diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli…’. Namun menurut
pemahaman penulis, yang dimaksud mungkin adalah saat kunci rumah siap
pakai tersebut diserahkan kepada pembeli atau penerimanya.
Terakhir,
dalam Contoh 3, diilustrasikan sebuah rumah siap pakai dijual dan diserahkan
secara nyata tanggal 1 Agustus 2001 sementara perjanjian jual belinya
ditandatangani tanggal 1 September 2001. Saat pajak terutang menurut PP
Nomor 143 Tahun 2000 adalah tanggal 1 Agustus 2001. Di sini juga tidak
dijelaskan apa maksud dari kata ‘…diserahkan secara nyata..’.
Namun sekali lagi menurut pendapat penulis, itu adalah saat kunci rumah
diserahkan.
Pamulang, 16
Oktober 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar