khoerotul Maulidah
Tapak Cinta Ramadhan
Tapak Cinta Ramadhan
Sore
menjelang adzan maghrib, saat mega merembang petang aku berdiri dipersimpangan
jalan dekat rumahku. Aku masih ingat kejadian lima tahun lalu. “Azizah, kau
adalah perempuan terbaik yang aku temui sepanjang hidupku, kau selalu bangkitkan
aku saat aku terjatuh dan kau selalu mengajarkanku bagaimana aku harus
bersyukur pada hal-hal terkecil... aku mencintaimu Azizah, apakah engkau mau
menjadi kekasihku ?aku ingin memilikimu sebelum aku meninggalkanmu” saat itu
hatiku menghangat, ada yang tumbuh dan berkembang dalam dadaku. Aku tidak tau
aku harus merasa bagaimana. Senang? Ataukah sedih?. Saat itu aku menjawab “ bukan kita dilarang
jatuh cinta Rasyid,tapi engkau tau islam.. aku hanya ingin patuh terhadapNya”
aku menujuk langit saat itu. “kenapa? Karena jilbab yang kau kenakan itu? Lalu
kenapa aku tak boleh jatuh cinta kepadamu Zizah?? Kenapa pula kau tak boleh
jatuh cinta kepadaku?” Rasyid menginginkan penjelasan dariku. “ Rasyid bukan
aku tidak mencintaimu, bukanpula karena jilbabku atau ayahku... jilbab ini
hanya langkah awalku menuju kecintaanku pada Dia..” mataku kembali melirik
langit-langit dengan senyum yang kubuat setenang mungkin. Rasyid berjanji akan
menemuiku lagi dan menjadikan aku sebagai muhrimnya dengan segala rencana masa depanya.Pertemuan
terahirku dengan Rasyid terbayang, memori itu masih terlintas jelas dikepalaku,
seperti putaran film yang terampang nyata didepanku. Kata-kata yang diutarakan
Rasyid masih tersimpan saat dia mengutarakan cintanya terhadapku tepat dihari pertama
bulan ramadhan .Tepat dihari ini aku berpisah dengan Rasyid, dia adalah
seniorku semasa SMA dulu. Dia mendapat beasiswa di perguruan tinggi negeri di
jakarta sedangkan setahun kemudian setelah lulus SMA aku tinggal di bekasi
bersama pamanku disana, aku kuliah sekaligus menjaga toko milik pamanku. Dulu
aku dan rasyid memang sangat dekat, tapi aku selalu menjaga jarak denganya,
sebab aku belum menjadi muhrimnya saat itu. Apalagi aku masih berstatus siswi
SMA kala itu. Keluargaku sangat memegang teguh islam,aku selalu berusaha untuk
berbakti pada ayahku. Ayahku selalu berpesan agar aku tidak pacaran seperti
remaja kebanyakan, itu sebabnya aku selalu menjaga hatiku dan menutupi cintaku
pada Rasyid saat itu. Mungkin saat itu waktu belum tepat, tapi aku selalu
bertahajud dan berharap rasyid adalah jodohku.Rasyid pernah mengirimkan e-mail
“jika waktuku ini belum tepat, aku harap allah menjadikanku orang yang tepat
berada disampingmu nanti.. aku telah membuat prospek impian masa depanku dan
aku hanya ingin melalui itu semua denganmu Azizah,semoga engkau yang tertulis
di lauful mahfudz untuku, dan semoga aku bisa menjaga hati untukmu,dan aku
harap kamu juga bisa menjaga hatimu untukku, kau mencintaitu bukan?? aku
berjanji akan kembali pada waktu yang tepat dan menjadikanmu muhrim
sejatiku...”Aku selalu menjaga cintanya, tanpa aku tau selama Rasyid kuliah dia
masih menyimpan cintanya untuku ataukah sudah ada perempuan yang lebih dulu
menerimanya .Hari ini adalah hari pertama ramadhan. Aku kangen dengan ibu
dirumah, aku kangen adik-adiku, sebab itu aku pulang dan melewati ramadhan
bersama keluargaku. Matahari mulai tenggelam, aku harus segera pulang kerumah
dan berbuka puasa bersama keluargaku. “habis dari mana Zizah? Sini bantu ibu
menyiapkan menu berbuka” nada lirih ibu terdengar saat aku memasuki dapur. Dia
masih sama seperti dulu,masih terlihat cantik dan suaranya yang selalu
menyejukan hati. ibuku tidak pernah marah, dia lebih sering menasehatiku
ketimbang marah kepadaku. “ maaf tadi Zizah habis cari sore ,ibu masak apa buat
buka puasa, maaf Zizah tadi ndak bantuin ibu masak J” jelasku “ sore kok dicari, nanti juga
datang sendiri, ibu masak ikan teri,sambel terasi sama sayur asem” sahut ibu.“ibu
ini masih tau aja kesukaanku.. hhe sini Zizah bantu..”. aku membantu ibu
menyiapkan makanan dimeja makan kemudian kami berbuka bersama. Aku merindukan
saat-saat seperti ini, rindu ini benar-benar menusuk relung kalbuku,terkadang
ada rasa penyesalan dalam diriku karena selama lima tahun ini aku tinggal
bersama dengan pamanku. “bu, ustadz Hanafi masih mengajar ngaji seusai tarawih?
Kalau ayah sih masih jadi imam mushola?” tanyaku pada ibu seusai berbuka dan
shalat maghrib. “ustadz Hanafi sudah pindah ke kampung sebelah, rumahnya dijual
tiga bulan yang lalu” “astagfirullahaladzim” aku memotong pembicaraan, aku
kaget mendengarnya. “ kalau ayahmu masih menjadi imam mushola, tapi ada
jadwalnya tersendiri, kebetulan ayahmu itu dapet pada minggu terahir puasa”
lanjut ibu. “yah... berarti malam ini bukan ayah yang jadi imam?” aku mengutarakan
kekecewaanku pada ayah. “ mau ayah yang
jadi imam atau tidak, itu tidak masalah. Niat kita kan ibadah kepada allah SWT
jadi harus melaksanakanya dengan ikhlas” ayah menasehatiku. “ iyya ayah...” aku
merundukan kepala sembari membereskan meja makan. Setelah semuanya selesai, aku
tarawih bersama dengan keluargaku. Aku berada pada shaf paling belakang sebab
shaf depan sudah penuh. Kata ayahku perempuan itu lebih utama berada pada shaf
paling belakang pada saat shalat berjamaah sedangkan laki-laki lebih utama
berada pada shaf paling depan. Alasanya adalah jika perempuan berada pada shaf
paling depan, maka jamaah laki-laki akan menghadap kebelakang terus karena
melihat jamaah perempuan dibelakangnya. Apalagi jika jamaah perempuanya cantik
dan masih muda. Itu sebabnya jamaah perempuan lebih utama berada pada shaf
paling belakang. Shaf paling depan sebaiknya diisi dengan jamaah perempuan yang
lebih tua atau lebih sepuh dan jamaah yang masih muda bisa berada pada shaf
belakang. Saat aku hendak mengulurkan sajadah ada seseorang menepuk bahuku. “ Azizah?
Gimana kabarnya masih kenal aku?” seseorang bermata sayu itu menjulurkan
tanganya, aku membalas tanganya itu, jujur sebenarnya aku tidak ingat siapa
dia, aku masih berfikir sebenarnya siapa dia. “ aku Sofi, ingat? Teman SD mu
dulu,oh ya ko’ aku tidak pernah melihatmu? Dia menatap mataku dan menjulurkan
sajadahnya disampingku. “oh iyya aku ingat, Sofihatun?” aku mencoba mengingat
namanya “benar...” ujarnya. “ lima tahun terahir ini aku tinggal dengan pamanku
dibekasi sekaligus menyelesaikan kuliahku disana, kamu sekarang tinggal disini
Sof?” tanyaku. “iyya aku sekarang tinggal dekat rumah pak RT diujung sana,
disamping warung bu wiji” jelasnya. “aku tau, baik kapan-kapan aku kerumahmu”
“boleh.. rumahku selalu terbuka untukmu Zah..” balasnya. Kami shalat tarawih
berdampingan. Imam shalat tarawih adalah ustadz hudi. Setelah shalat tarawih
banyak anak kecil lalu lalang menyalakan kembang api. Sungguh suasana seperti
ini tidak aku dapatkan dibekasi selama aku tinggal bersama dengan pamanku.
Disana aku selalu merasa kesepian, aku harus mengurus pamanku yang sudah agak
tua, sedangkan bibiku sudah meninggal satu tahun yang lalu. Pamanku tidak
memiliki anak, dia tinggal sendirian tapi dia mempunyai harta yang lebih, aku kuliahpun
dibiayai pamanku. Aku bergabung dengan anak-anak didepan mushola yang sedang
menyalakan kembang api. Raut wajah mereka sangat riang merayakan bulan ramadhan
penuh berkah ini. Sementara kaum laki-laki sedang membaca alqur’an didalam
mushola. Ada salah satu jamaah laki-laki mengutarakan senyuman kepadaku,
senyumnya sumringah tatapanya manis sekali. Akupun membalas senyumanya itu.
Setelah puas bermain kembang api aku pulang kerumah. Ibu dan kedua adiku pulang
duluan. Ayahku masih dimushola untuk rapat kegiatan ramadhan. “ ibu tau tidak
pemuda yang tadi adzan?” rasa penasaranku membuatku menanyakan pemuda tadi pada
ibu “oh dia Hasan anaknya pak Khadafi, dia lulusan pesantren al-mukharom,
kenapa kamu tanya dia Zizah?” seru ibu. “tidak, Zizah cuma kagum adzannya bagus
sekali bu J”. “ Zizah suka
dengan Hasan?” tanya ibu. “ enggak ko bu...” jawabku agak malu-malu pada ibu.
Tidak seharusnya aku menanyakan pemuda itu pada ibu, aku takut ibu salah faham.
Seharusnya aku cari tau sendiri siapa dia. “ sahur nanti masih ada anak-anak
yang bangunin sahur pakai kentongan bu? Oh ya tadi Zizah melihat ada kumpulan
anak-anak dimushola, sedang apa mereka bu?” tanyaku ketika hendak membuka pintu
kamarku. “ ritual itu masih sering dilakukan oleh anak-anak disini Zizah, mereka
menggunakan sitem bergiliran ataupun suka rela, kalau mereka yang tadi kumpul
dimoshola itu sedang diarahkan ustadz Imam untuk mengadakan pawai obor dihari
akhir ramadhan, kamu tidak mau ikut Zah ??”. “oh jadi mereka mau mengadakan
pawai obor? Zizah pingin ikut tapi kan Zizah baru pulang kesini, zizah lagi
berusaha membaur dengan orang-orang sini bu” jelasku pada ibu. “ya sudah sana
tidur sudah malam, nanti sahurnya kesiangan”. “iyya bu “ aku masuk ke kamar dan
tidur. Jam setengah 3 ibu membangunkanku untuk memasak menu sahur, terdengar
suara anak-anak kecil membunyikan kentongan, mereka terdengar seperti pemain
perkusi profesional, nadanya beraturan sambil membangunkan dan berteriak
“sahuuuurrr ....sahuuuurrr...” aku membuka jendela didapur rumahku. Tidak
disangka hasan ikut bersama anak-anak kecil membunyikan kentongan disana, aku
tersipu melihatnya. Ibu melihatku sedang mencuri pandangan Hasan. “berikan ini
pada Hasan Zizah..” ibu menyuruhku memberikan makanan sahur kepada Hasan,
rupanya ibu sengaja menyuruhku melakukan itu. Aku tidak mau membantah perintah
ibu, akhirnya aku keluar menemui Hasan dan memberikan makanan sahur tadi
kepadanya, “ini ada makanan sahur dari ibu “ lagi lagi senyumku merekah.
“terimakasih..., siapa namamu?” tanya Hasan. “namaku Azizah, sudah dulu ya..”
aku meninggalkan Hasan bersama dengan anak-anak kecil tadi. Aku melanjutkan
menyiapkan makan sahur dengan ibu. “sudah kau berikan Zah?” “sudah bu dia
bilang terimakasih...” kemudian aku dan keluargaku makan sahur. Puasaku
dikampung halaman pertama ini sangat berkesan.
***
Tidak
terasa ramadhan cepat berlalu, kini sudah memasuki minggu ke empat bulan
ramadhan. Banyak kenangan yang aku lalui selama ramadhan. Shalat tarawih bareng
keluarga, bermain kembang api dengan anak-anak kecil, membunyikan kentongan
dengan hasan bersama dengan anak-anak kecil saat sahur. Setiap aku berada
didekat Hasan, aku selalu merasa nyaman dan aku selalu ingin melihat senyum
dibiirnya itu merekah, ibu dan ayahku tak pernah melarang aku berdekatan dengan
Hasan. Padahal ayahku selalu melarang keras apabila aku berdekatan dengan
pemuda lain. Perasaanku dengan hasan tidak lebih, aku hanya merasa nyaman,
akupun setuju saat ibu bilang dia pemuda yang baik. Dia terlihat sangat tulus
dan penyabar, akhlaknyapun sangat baik. Tapi entah mengapa aku tidak merasakan
perasaan yang sama seperti saat aku melihat rasyid, mungkin aku masih
mengharapkan rasyid kembali, meskipun itu terlihat mustahil. Malam ini ayahku
memimpin shalat tarawih, dia menjadi imam musholahku. Aku senang masih bisa
melihat ayahku memimpin shalat tarawih, sungguh aku sangat bersyukur kepada
allah masih diberi umur untuk bisa bertemu dengan ramadhan dan orang-orang terkasih.
sepulang tarawih ini Hasan mampir kerumahku. Dia menemui ayahku diruang tamu.
Aku tidak tau apa yang mereka bicarakan saat itu. Ibu menyuruhku membuat minuman
untuk Hasan. Ternyata Hasan mengutarakan keinginanya kepada ayahku, kata ibuku
dia menyukaiku sejak pertama melihatku. Aku sempat shock mendengar itu. “tapi
aku tidak menyukainya bu..” aku mengutarakan perasaanku pada ibu, aku
mengatakanya dengan nada lirih, sebab kamarku berdekatan dengan ruang tamu. Aku
tidak ingin hasan mendengarnya. “tapi dia baik untukmu Zizah, ibu dan ayah
setuju jika kamu dengan dia..atau apakah kamu sudah mencintai orang lain?” ibu
membelai rambutku, mencoba meyakinkanku. “ aku.. aku mencintai orang lain bu,
tapi aku tidak tau dia masih mengingatku atau tidak” “buat apa kau menunggu
orang yang tidak pasti datang lagi dihidupmu Zizah??” “tapi aku yakin dia akan
kembali bu.. aku mencintainya..” aku menangis dipangkuan ibu, aku tidak pernah
membayangkan akan terjadi seperti ini.” Kau yakin dia kembali?” tanya ibu
halus. “aku sangat yakin, dia pasti kembali bu..” aku mengusap air mataku.
Sekarang giliran aku meyakinkan ibuku. Ayahku masih berbincang diruang tamu
dengan Hasan. Pantas saja mereka akrab, Hasan adalah pengurus harian mushola
sedangkan ayahku bendahara mushola. 3 hari setelah Hasan menemui ayahku, 2 hari
lagi puasa selesai dan memasuki hari kemenangan. Saat itu aku hendak menyiapkan
kegiatan buka bersama dimushola, aku mengangkat wadah besar yang berisi kolak
dengan jamaah perempuan. Aku mengisi satu persatu wadah kecil dengan kolak yang
masih hangat, disana aku melihat Hasan sedang menggulung tikar untuk para
jamaah mushola. Mataku melirik kearahnya, aku kaget saat dia menghampiriku.
“gimana kabarmu Zizah?” hasan menoleh ke arah wajahku “baik..” senyumku
mengembang, ada rasa risih menggeliat dalam hatiku. Mengapa dia menghampiriku
didepan jamaah mushola yang sedang menyiapkan acara buka bersama. “maaf aku
mengganggumu Zizah, aku ingin berbicara denganmu...” “bicara apa?” nada sinisku
kubiarkan terlontar begitu saja. “ Zizah..., aku hanya ingin mengekspresikan
cintaku pada orang yang aku cintai, salahkah itu?? Jika kau tidak nyaman dengan
pertemuan-pertemuan kita, bicaralah... dan salahkah aku jika aku mengagumi
kecerdasan orang yang aku cintai? Selama ini aku tidak pernah menggandengmu dan
aku sama sekali tidak menyentuhmu..” matanya berbinar saat mengatakan itu
padaku, lembut suaranya dan senyum manisnya benar-benar mengekspresikan
cintanya kepadaku. “ kamu tidak salah, semua orang mempunyai hak untuk jatuh
cinta, aku tau kamu berbeda dengan mereka dan akupun tak sama dengan mereka..
kau merasa aku tak nyaman denganmu? Apakah aku pernah menyakitimu? Hingga kau
bertanya demikian? Maaf aku tidak bermaksud menyakitimu,aku menganggapmu
sebagai sahabat karibku saja, tidak lebih.. Maafkan aku San...” raut wajahku
merunduk,aku tidak mau ada yang mendengar percakapanku dengan hasan, akupun
melanjutkan tugasku lagi. “baiklah... aku hanya berharap kamu berbahagia dengan
apapun yang kamu putuskan..” nada suaranya semakin lirih, matanya
mengisyaratkan kekecewaan mendalam, akhirnya Hasan meninggalkanku, dia kembali
masuk kedalam mushola, membereskan mushola dan merapikan sajadah. Rasa bersalah
itu menggerogoti jiwaku, aku tidak mau Hasan membenciku. Mungkin jiwaku ini
masih terpaut pada jiwa yang telah lalu, bahkan aku tidak pernah membuka pintu
hatiku untuk siapapun kecuali untuk Rasyid, dialah satu-satunya orang yang bisa
membuka pintu hatiku. Mataku selalu berbinar sangat mengingat kenanganku
bersama Rasyid. Seperti apa dia sekarang, apakah dia masih mengingatku seperti
aku yang terlalu sering memikirkanya. “kamu memikirkan apa Zizah?” Sofi
menyadarkan lamunanku, “aku tidak memikirkan apa-apa kok Sof” aku melepaskan
tanganya dari pundaku.“kamu kenal Hasan??” “kenal, kenapa Sof?” “ terlihat
dekat sekali kau dengan dia?” ujarnya “itu Cuma perasaanmu saja Sof, lagipula
aku tidak terlalu mengenalnya, aku mengenalnya baru-baru ini”,“oh...
yasudahlah, cepat selesaikan pekerjaanmu sebentar lagi waktu berbuka”. Adzan
maghribpun berkumandang, kami segera berbuka puasa, kemudian shalat maghrib
berjamaah dimushola. Islam memang menganjurkan berbuka puasa dengan segera,
dari pada saat kita shalat fikiran kita malah memikirkan menu berbuka puasa dan
jatuhnya pasti tidak khusyuk shalat.
***
sore
ini aku menyiapkan pawai obor bersama dengan pemuda-pemudi mushola nur hidayah.
Karena hari ini hari terahir puasa ramadhan. Menyiapkan obor kecil-kecil yang
terbuat dari kaleng cat untuk anak-anak kecil untuk mengadakan pawai setelah
selesai tarawih. Tapi pawai kali ini sederhana hanya diikuti pemuda-pemudi
mushola dan anak-anak kecil, sedangkan puncaknya nanti saat malam idul fitri.
Aku mengundang kedua adiku dan ibu tercinta untuk memeriahkan pawai obor nanti
malam.setelah shalat tarawih aku pulang kerumah, bergegas berganti pakaian
gamis berwarna biru muda, dan jilbab bermotif bunga kecil warna biru tua yang
sudah aku siapkan sedari tadi. “mah, Zizah pergi dulu, nanti mama nonton ya
sama Rani dan Dinda, mas Aldi juga diajak” aku berpamitan keluar rumah, Rani
dan Dinda adalah kedua adiku sedangkan mas Aldi adalah anak dari kakak
perempuan ibuku. Saat aku hendak membuka pintu rumahku, aku terhenyak seketika.
Sosok laki-laki dengan perawakanya yang tinggi, dan bola matanya yang sayu itu
membuat dadaku berdesir halus. Wajahnya berseri-seri dengan senyumnya yang
khas, menghiasi wajah bersihnya yang kini sedikit lebih gempal. “ Rasyid?” satu
kata yang aku lontarkan dan kini lidahku kelu. “Azizah? Kau masih sama seperti
dulu yang aku lihat, kau benar-benar perempuan sholekha..” Rasyid menatapku lekat-lekat, aku tertegun
sesaat. Jengah. Tatapan itu mengapa terasa berbeda? Mengapa hatiku berdesir
seketika. “kapan kamu pulang Rasyid?” “dua hari yang lalu, maaf aku baru
menemuimu” “tidak apa-apa aku mengerti” “aku pulang untuk mewujudkan mimpiku
denganmu Zizah, menjadikanmu sebagai muhrim sejatiku apakah kau masih menjaga
hatimu untukku ?” . air mataku meleleh hangat dipipiku, seakan berdesakan ingin
keluar dari bola mataku. “ aku masih menjaga hatiku untukmu Rasyid aku sungguh
mencintaimu” kedua tanganku menyentuh kedua pipi Rasyid, aku masih tidak
percaya bahwa Rasyid sekarang berada didepanku,bersama dengan keluarnya air mataku
aku mengucapkan itu pada Rasyid. Air mata rasyidpun tak mampu terbendung lagi,
seolah menahan kerinduan bertahun-tahun kepadaku. “Alhamdulillah ya Rabb ..,aku
juga masih menjaga kesucian cintaku untukmu Zizah...” nada bicaranya terpenggal-penggal.
Aku mengajak Rasyid mengikuti pawai obor bersama, ramadhan kali ini benar-benar
ramadhan terindahku,aku bersyukur masih bisa menghirup semangatnya, merasa
nyaman dengan kehangatan pribadinya, menikmati binar indah matanya, senyum
manisnya, lembut suaranya dan aku bersyukur bisa mengisi relung hatinya.setelah
Rasyid mengatakan keinginan untuk menjadi muhrimku, Rasyid menemui ayahku dan
akhirnya kedua orang tuaku merestui aku dengan Rasyid. 2 bulan setelah idul
fitri aku dan Rasyid menikah. Aku berangkat ke bekasi dengan Rasyid karena
kebetulan Rasyid menjadi staf Accounting disalah satu perusahaan disana, aku
tinggal dirumah milik Rasyid dan pamanku ikut denganku. Sedangkan rumah pamanku
ditempati oleh tanteku. Aku mengerti bahwa cinta sejati ada waktunya
tersendiri, mungkin saat itu aku dan Rasyid belum tepat untuk berbicara masalah
perasaan satu sama lain atau mungkin allah ingin menguji kekuatan cinta kita
berdua. Percaya bahwa cinta akan berkembang indah pada waktunya ditempat dan
keadaan yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Subhanallah...
Biodata Penulis
Nama
lengkap : Khoerotul Maulidah
Nama
Pena : Itdha Clyte
Tempat,
tanggal lahir : Tegal,12 Juni 1997
Pekerjaan : Pelajar
Sekolah : SMK Negeri 1 Slawi
Alamat
e-mail :
khoerotulmaulidah@gmail.com
Blog
Pribadi :
http://pelangisenjamaulida.blogspot.com
Semangat terus buat nulisnya ya
BalasHapusiyya kaka makasih... :) thanks udah visit back :D
HapusKak akhirnya tahun ini aku bisa masuk PGSD TEGAL :)
BalasHapus