Sepanjang perjalanan pulang, kepalaku dipenuhi banyak sekali pikiran.
Apakah semua laki-laki begitu? Apakah bagi laki-laki perasaan adalah
semacam permainan? Teman, katanya. Meski dia tak pernah bilang suka
padaku, bukankah kami selalu berkirim surat hampir setiap hari, saling
bercerita, membahas banyak hal. Apa artinya surat-surat itu baginya?
Barangkali aku memang bukan siapa-siapa. Begitu pun dirinya, ia bukan
siapa-siapa. Harusnya aku tahu, bahwa aku tak pernah benar-benar mengenalnya. Dan jatuh cinta pada orang yang tak benar-benar dikenal adalah sebuah kesalahan. Kesalahan besar.
Sejak awal, hidupnya adalah misteri. Dirinya yang sejati tinggal di
sebuah tempat tersembunyi tanpa rute menuju ke sana. Aku tak pernah bisa
menembusnya, sekuat apa pun aku mencoba. Maka aku hanya bisa duduk di
sini, menanti dirinya keluar dengan sendirinya. Namun, pada titik itulah
justru aku mulai menyadari, bahwa apa yang selama ini kurindukan adalah
apa yang sebenarnya tak pernah kuharapkan.
Dirinya keluar dan
menghampiriku dengan wajah tanpa dosa, disempurnakan dengan senyum yang
seolah menjelaskan bahwa semua baik-baik saja. Ia duduk di sampingku,
menghancurkan dinding pembatas yang telah lama berdiri di antara kami,
semata-mata untuk membangun tembok yang lebih tinggi lagi.
Ia mendekat untuk menjauh, membuat hatiku rasanya tak punya pilihan kecuali patah.
Unknown
DeveloperCras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar