Naskah cerpen lombaku di SMA Negeri 1 TEGAL

by 02.43 3 komentar

khoerotul Maulidah
 
Tapak Cinta Ramadhan
Sore menjelang adzan maghrib, saat mega merembang petang aku berdiri dipersimpangan jalan dekat rumahku. Aku masih ingat kejadian lima tahun lalu. “Azizah, kau adalah perempuan terbaik yang aku temui sepanjang hidupku, kau selalu bangkitkan aku saat aku terjatuh dan kau selalu mengajarkanku bagaimana aku harus bersyukur pada hal-hal terkecil... aku mencintaimu Azizah, apakah engkau mau menjadi kekasihku ?aku ingin memilikimu sebelum aku meninggalkanmu” saat itu hatiku menghangat, ada yang tumbuh dan berkembang dalam dadaku. Aku tidak tau aku harus merasa bagaimana. Senang? Ataukah sedih?.  Saat itu aku menjawab “ bukan kita dilarang jatuh cinta Rasyid,tapi engkau tau islam.. aku hanya ingin patuh terhadapNya” aku menujuk langit saat itu. “kenapa? Karena jilbab yang kau kenakan itu? Lalu kenapa aku tak boleh jatuh cinta kepadamu Zizah?? Kenapa pula kau tak boleh jatuh cinta kepadaku?” Rasyid menginginkan penjelasan dariku. “ Rasyid bukan aku tidak mencintaimu, bukanpula karena jilbabku atau ayahku... jilbab ini hanya langkah awalku menuju kecintaanku pada Dia..” mataku kembali melirik langit-langit dengan senyum yang kubuat setenang mungkin. Rasyid berjanji akan menemuiku lagi dan menjadikan aku sebagai muhrimnya dengan segala rencana masa depanya.Pertemuan terahirku dengan Rasyid terbayang, memori itu masih terlintas jelas dikepalaku, seperti putaran film yang terampang nyata didepanku. Kata-kata yang diutarakan Rasyid masih tersimpan saat dia mengutarakan cintanya terhadapku tepat dihari pertama bulan ramadhan .Tepat dihari ini aku berpisah dengan Rasyid, dia adalah seniorku semasa SMA dulu. Dia mendapat beasiswa di perguruan tinggi negeri di jakarta sedangkan setahun kemudian setelah lulus SMA aku tinggal di bekasi bersama pamanku disana, aku kuliah sekaligus menjaga toko milik pamanku. Dulu aku dan rasyid memang sangat dekat, tapi aku selalu menjaga jarak denganya, sebab aku belum menjadi muhrimnya saat itu. Apalagi aku masih berstatus siswi SMA kala itu. Keluargaku sangat memegang teguh islam,aku selalu berusaha untuk berbakti pada ayahku. Ayahku selalu berpesan agar aku tidak pacaran seperti remaja kebanyakan, itu sebabnya aku selalu menjaga hatiku dan menutupi cintaku pada Rasyid saat itu. Mungkin saat itu waktu belum tepat, tapi aku selalu bertahajud dan berharap rasyid adalah jodohku.Rasyid pernah mengirimkan e-mail “jika waktuku ini belum tepat, aku harap allah menjadikanku orang yang tepat berada disampingmu nanti.. aku telah membuat prospek impian masa depanku dan aku hanya ingin melalui itu semua denganmu Azizah,semoga engkau yang tertulis di lauful mahfudz untuku, dan semoga aku bisa menjaga hati untukmu,dan aku harap kamu juga bisa menjaga hatimu untukku, kau mencintaitu bukan?? aku berjanji akan kembali pada waktu yang tepat dan menjadikanmu muhrim sejatiku...”Aku selalu menjaga cintanya, tanpa aku tau selama Rasyid kuliah dia masih menyimpan cintanya untuku ataukah sudah ada perempuan yang lebih dulu menerimanya .Hari ini adalah hari pertama ramadhan. Aku kangen dengan ibu dirumah, aku kangen adik-adiku, sebab itu aku pulang dan melewati ramadhan bersama keluargaku. Matahari mulai tenggelam, aku harus segera pulang kerumah dan berbuka puasa bersama keluargaku. “habis dari mana Zizah? Sini bantu ibu menyiapkan menu berbuka” nada lirih ibu terdengar saat aku memasuki dapur. Dia masih sama seperti dulu,masih terlihat cantik dan suaranya yang selalu menyejukan hati. ibuku tidak pernah marah, dia lebih sering menasehatiku ketimbang marah kepadaku. “ maaf tadi Zizah habis cari sore ,ibu masak apa buat buka puasa, maaf Zizah tadi ndak bantuin ibu masak J” jelasku “ sore kok dicari, nanti juga datang sendiri, ibu masak ikan teri,sambel terasi sama sayur asem” sahut ibu.“ibu ini masih tau aja kesukaanku.. hhe sini Zizah bantu..”. aku membantu ibu menyiapkan makanan dimeja makan kemudian kami berbuka bersama. Aku merindukan saat-saat seperti ini, rindu ini benar-benar menusuk relung kalbuku,terkadang ada rasa penyesalan dalam diriku karena selama lima tahun ini aku tinggal bersama dengan pamanku. “bu, ustadz Hanafi masih mengajar ngaji seusai tarawih? Kalau ayah sih masih jadi imam mushola?” tanyaku pada ibu seusai berbuka dan shalat maghrib. “ustadz Hanafi sudah pindah ke kampung sebelah, rumahnya dijual tiga bulan yang lalu” “astagfirullahaladzim” aku memotong pembicaraan, aku kaget mendengarnya. “ kalau ayahmu masih menjadi imam mushola, tapi ada jadwalnya tersendiri, kebetulan ayahmu itu dapet pada minggu terahir puasa” lanjut ibu. “yah... berarti malam ini bukan ayah yang jadi imam?” aku mengutarakan kekecewaanku pada ayah.  “ mau ayah yang jadi imam atau tidak, itu tidak masalah. Niat kita kan ibadah kepada allah SWT jadi harus melaksanakanya dengan ikhlas” ayah menasehatiku. “ iyya ayah...” aku merundukan kepala sembari membereskan meja makan. Setelah semuanya selesai, aku tarawih bersama dengan keluargaku. Aku berada pada shaf paling belakang sebab shaf depan sudah penuh. Kata ayahku perempuan itu lebih utama berada pada shaf paling belakang pada saat shalat berjamaah sedangkan laki-laki lebih utama berada pada shaf paling depan. Alasanya adalah jika perempuan berada pada shaf paling depan, maka jamaah laki-laki akan menghadap kebelakang terus karena melihat jamaah perempuan dibelakangnya. Apalagi jika jamaah perempuanya cantik dan masih muda. Itu sebabnya jamaah perempuan lebih utama berada pada shaf paling belakang. Shaf paling depan sebaiknya diisi dengan jamaah perempuan yang lebih tua atau lebih sepuh dan jamaah yang masih muda bisa berada pada shaf belakang. Saat aku hendak mengulurkan sajadah ada seseorang menepuk bahuku. “ Azizah? Gimana kabarnya masih kenal aku?” seseorang bermata sayu itu menjulurkan tanganya, aku membalas tanganya itu, jujur sebenarnya aku tidak ingat siapa dia, aku masih berfikir sebenarnya siapa dia. “ aku Sofi, ingat? Teman SD mu dulu,oh ya ko’ aku tidak pernah melihatmu? Dia menatap mataku dan menjulurkan sajadahnya disampingku. “oh iyya aku ingat, Sofihatun?” aku mencoba mengingat namanya “benar...” ujarnya. “ lima tahun terahir ini aku tinggal dengan pamanku dibekasi sekaligus menyelesaikan kuliahku disana, kamu sekarang tinggal disini Sof?” tanyaku. “iyya aku sekarang tinggal dekat rumah pak RT diujung sana, disamping warung bu wiji” jelasnya. “aku tau, baik kapan-kapan aku kerumahmu” “boleh.. rumahku selalu terbuka untukmu Zah..” balasnya. Kami shalat tarawih berdampingan. Imam shalat tarawih adalah ustadz hudi. Setelah shalat tarawih banyak anak kecil lalu lalang menyalakan kembang api. Sungguh suasana seperti ini tidak aku dapatkan dibekasi selama aku tinggal bersama dengan pamanku. Disana aku selalu merasa kesepian, aku harus mengurus pamanku yang sudah agak tua, sedangkan bibiku sudah meninggal satu tahun yang lalu. Pamanku tidak memiliki anak, dia tinggal sendirian tapi dia mempunyai harta yang lebih, aku kuliahpun dibiayai pamanku. Aku bergabung dengan anak-anak didepan mushola yang sedang menyalakan kembang api. Raut wajah mereka sangat riang merayakan bulan ramadhan penuh berkah ini. Sementara kaum laki-laki sedang membaca alqur’an didalam mushola. Ada salah satu jamaah laki-laki mengutarakan senyuman kepadaku, senyumnya sumringah tatapanya manis sekali. Akupun membalas senyumanya itu. Setelah puas bermain kembang api aku pulang kerumah. Ibu dan kedua adiku pulang duluan. Ayahku masih dimushola untuk rapat kegiatan ramadhan. “ ibu tau tidak pemuda yang tadi adzan?” rasa penasaranku membuatku menanyakan pemuda tadi pada ibu “oh dia Hasan anaknya pak Khadafi, dia lulusan pesantren al-mukharom, kenapa kamu tanya dia Zizah?” seru ibu. “tidak, Zizah cuma kagum adzannya bagus sekali bu J”. “ Zizah suka dengan Hasan?” tanya ibu. “ enggak ko bu...” jawabku agak malu-malu pada ibu. Tidak seharusnya aku menanyakan pemuda itu pada ibu, aku takut ibu salah faham. Seharusnya aku cari tau sendiri siapa dia. “ sahur nanti masih ada anak-anak yang bangunin sahur pakai kentongan bu? Oh ya tadi Zizah melihat ada kumpulan anak-anak dimushola, sedang apa mereka bu?” tanyaku ketika hendak membuka pintu kamarku. “ ritual itu masih sering dilakukan oleh anak-anak disini Zizah, mereka menggunakan sitem bergiliran ataupun suka rela, kalau mereka yang tadi kumpul dimoshola itu sedang diarahkan ustadz Imam untuk mengadakan pawai obor dihari akhir ramadhan, kamu tidak mau ikut Zah ??”. “oh jadi mereka mau mengadakan pawai obor? Zizah pingin ikut tapi kan Zizah baru pulang kesini, zizah lagi berusaha membaur dengan orang-orang sini bu” jelasku pada ibu. “ya sudah sana tidur sudah malam, nanti sahurnya kesiangan”. “iyya bu “ aku masuk ke kamar dan tidur. Jam setengah 3 ibu membangunkanku untuk memasak menu sahur, terdengar suara anak-anak kecil membunyikan kentongan, mereka terdengar seperti pemain perkusi profesional, nadanya beraturan sambil membangunkan dan berteriak “sahuuuurrr ....sahuuuurrr...” aku membuka jendela didapur rumahku. Tidak disangka hasan ikut bersama anak-anak kecil membunyikan kentongan disana, aku tersipu melihatnya. Ibu melihatku sedang mencuri pandangan Hasan. “berikan ini pada Hasan Zizah..” ibu menyuruhku memberikan makanan sahur kepada Hasan, rupanya ibu sengaja menyuruhku melakukan itu. Aku tidak mau membantah perintah ibu, akhirnya aku keluar menemui Hasan dan memberikan makanan sahur tadi kepadanya, “ini ada makanan sahur dari ibu “ lagi lagi senyumku merekah. “terimakasih..., siapa namamu?” tanya Hasan. “namaku Azizah, sudah dulu ya..” aku meninggalkan Hasan bersama dengan anak-anak kecil tadi. Aku melanjutkan menyiapkan makan sahur dengan ibu. “sudah kau berikan Zah?” “sudah bu dia bilang terimakasih...” kemudian aku dan keluargaku makan sahur. Puasaku dikampung halaman pertama ini sangat berkesan.
***
Tidak terasa ramadhan cepat berlalu, kini sudah memasuki minggu ke empat bulan ramadhan. Banyak kenangan yang aku lalui selama ramadhan. Shalat tarawih bareng keluarga, bermain kembang api dengan anak-anak kecil, membunyikan kentongan dengan hasan bersama dengan anak-anak kecil saat sahur. Setiap aku berada didekat Hasan, aku selalu merasa nyaman dan aku selalu ingin melihat senyum dibiirnya itu merekah, ibu dan ayahku tak pernah melarang aku berdekatan dengan Hasan. Padahal ayahku selalu melarang keras apabila aku berdekatan dengan pemuda lain. Perasaanku dengan hasan tidak lebih, aku hanya merasa nyaman, akupun setuju saat ibu bilang dia pemuda yang baik. Dia terlihat sangat tulus dan penyabar, akhlaknyapun sangat baik. Tapi entah mengapa aku tidak merasakan perasaan yang sama seperti saat aku melihat rasyid, mungkin aku masih mengharapkan rasyid kembali, meskipun itu terlihat mustahil. Malam ini ayahku memimpin shalat tarawih, dia menjadi imam musholahku. Aku senang masih bisa melihat ayahku memimpin shalat tarawih, sungguh aku sangat bersyukur kepada allah masih diberi umur untuk bisa bertemu dengan ramadhan dan orang-orang terkasih. sepulang tarawih ini Hasan mampir kerumahku. Dia menemui ayahku diruang tamu. Aku tidak tau apa yang mereka bicarakan saat itu. Ibu menyuruhku membuat minuman untuk Hasan. Ternyata Hasan mengutarakan keinginanya kepada ayahku, kata ibuku dia menyukaiku sejak pertama melihatku. Aku sempat shock mendengar itu. “tapi aku tidak menyukainya bu..” aku mengutarakan perasaanku pada ibu, aku mengatakanya dengan nada lirih, sebab kamarku berdekatan dengan ruang tamu. Aku tidak ingin hasan mendengarnya. “tapi dia baik untukmu Zizah, ibu dan ayah setuju jika kamu dengan dia..atau apakah kamu sudah mencintai orang lain?” ibu membelai rambutku, mencoba meyakinkanku. “ aku.. aku mencintai orang lain bu, tapi aku tidak tau dia masih mengingatku atau tidak” “buat apa kau menunggu orang yang tidak pasti datang lagi dihidupmu Zizah??” “tapi aku yakin dia akan kembali bu.. aku mencintainya..” aku menangis dipangkuan ibu, aku tidak pernah membayangkan akan terjadi seperti ini.” Kau yakin dia kembali?” tanya ibu halus. “aku sangat yakin, dia pasti kembali bu..” aku mengusap air mataku. Sekarang giliran aku meyakinkan ibuku. Ayahku masih berbincang diruang tamu dengan Hasan. Pantas saja mereka akrab, Hasan adalah pengurus harian mushola sedangkan ayahku bendahara mushola. 3 hari setelah Hasan menemui ayahku, 2 hari lagi puasa selesai dan memasuki hari kemenangan. Saat itu aku hendak menyiapkan kegiatan buka bersama dimushola, aku mengangkat wadah besar yang berisi kolak dengan jamaah perempuan. Aku mengisi satu persatu wadah kecil dengan kolak yang masih hangat, disana aku melihat Hasan sedang menggulung tikar untuk para jamaah mushola. Mataku melirik kearahnya, aku kaget saat dia menghampiriku. “gimana kabarmu Zizah?” hasan menoleh ke arah wajahku “baik..” senyumku mengembang, ada rasa risih menggeliat dalam hatiku. Mengapa dia menghampiriku didepan jamaah mushola yang sedang menyiapkan acara buka bersama. “maaf aku mengganggumu Zizah, aku ingin berbicara denganmu...” “bicara apa?” nada sinisku kubiarkan terlontar begitu saja. “ Zizah..., aku hanya ingin mengekspresikan cintaku pada orang yang aku cintai, salahkah itu?? Jika kau tidak nyaman dengan pertemuan-pertemuan kita, bicaralah... dan salahkah aku jika aku mengagumi kecerdasan orang yang aku cintai? Selama ini aku tidak pernah menggandengmu dan aku sama sekali tidak menyentuhmu..” matanya berbinar saat mengatakan itu padaku, lembut suaranya dan senyum manisnya benar-benar mengekspresikan cintanya kepadaku. “ kamu tidak salah, semua orang mempunyai hak untuk jatuh cinta, aku tau kamu berbeda dengan mereka dan akupun tak sama dengan mereka.. kau merasa aku tak nyaman denganmu? Apakah aku pernah menyakitimu? Hingga kau bertanya demikian? Maaf aku tidak bermaksud menyakitimu,aku menganggapmu sebagai sahabat karibku saja, tidak lebih.. Maafkan aku San...” raut wajahku merunduk,aku tidak mau ada yang mendengar percakapanku dengan hasan, akupun melanjutkan tugasku lagi. “baiklah... aku hanya berharap kamu berbahagia dengan apapun yang kamu putuskan..” nada suaranya semakin lirih, matanya mengisyaratkan kekecewaan mendalam, akhirnya Hasan meninggalkanku, dia kembali masuk kedalam mushola, membereskan mushola dan merapikan sajadah. Rasa bersalah itu menggerogoti jiwaku, aku tidak mau Hasan membenciku. Mungkin jiwaku ini masih terpaut pada jiwa yang telah lalu, bahkan aku tidak pernah membuka pintu hatiku untuk siapapun kecuali untuk Rasyid, dialah satu-satunya orang yang bisa membuka pintu hatiku. Mataku selalu berbinar sangat mengingat kenanganku bersama Rasyid. Seperti apa dia sekarang, apakah dia masih mengingatku seperti aku yang terlalu sering memikirkanya. “kamu memikirkan apa Zizah?” Sofi menyadarkan lamunanku, “aku tidak memikirkan apa-apa kok Sof” aku melepaskan tanganya dari pundaku.“kamu kenal Hasan??” “kenal, kenapa Sof?” “ terlihat dekat sekali kau dengan dia?” ujarnya “itu Cuma perasaanmu saja Sof, lagipula aku tidak terlalu mengenalnya, aku mengenalnya baru-baru ini”,“oh... yasudahlah, cepat selesaikan pekerjaanmu sebentar lagi waktu berbuka”. Adzan maghribpun berkumandang, kami segera berbuka puasa, kemudian shalat maghrib berjamaah dimushola. Islam memang menganjurkan berbuka puasa dengan segera, dari pada saat kita shalat fikiran kita malah memikirkan menu berbuka puasa dan jatuhnya pasti tidak khusyuk shalat.
***
sore ini aku menyiapkan pawai obor bersama dengan pemuda-pemudi mushola nur hidayah. Karena hari ini hari terahir puasa ramadhan. Menyiapkan obor kecil-kecil yang terbuat dari kaleng cat untuk anak-anak kecil untuk mengadakan pawai setelah selesai tarawih. Tapi pawai kali ini sederhana hanya diikuti pemuda-pemudi mushola dan anak-anak kecil, sedangkan puncaknya nanti saat malam idul fitri. Aku mengundang kedua adiku dan ibu tercinta untuk memeriahkan pawai obor nanti malam.setelah shalat tarawih aku pulang kerumah, bergegas berganti pakaian gamis berwarna biru muda, dan jilbab bermotif bunga kecil warna biru tua yang sudah aku siapkan sedari tadi. “mah, Zizah pergi dulu, nanti mama nonton ya sama Rani dan Dinda, mas Aldi juga diajak” aku berpamitan keluar rumah, Rani dan Dinda adalah kedua adiku sedangkan mas Aldi adalah anak dari kakak perempuan ibuku. Saat aku hendak membuka pintu rumahku, aku terhenyak seketika. Sosok laki-laki dengan perawakanya yang tinggi, dan bola matanya yang sayu itu membuat dadaku berdesir halus. Wajahnya berseri-seri dengan senyumnya yang khas, menghiasi wajah bersihnya yang kini sedikit lebih gempal. “ Rasyid?” satu kata yang aku lontarkan dan kini lidahku kelu. “Azizah? Kau masih sama seperti dulu yang aku lihat, kau benar-benar perempuan sholekha..”  Rasyid menatapku lekat-lekat, aku tertegun sesaat. Jengah. Tatapan itu mengapa terasa berbeda? Mengapa hatiku berdesir seketika. “kapan kamu pulang Rasyid?” “dua hari yang lalu, maaf aku baru menemuimu” “tidak apa-apa aku mengerti” “aku pulang untuk mewujudkan mimpiku denganmu Zizah, menjadikanmu sebagai muhrim sejatiku apakah kau masih menjaga hatimu untukku ?” . air mataku meleleh hangat dipipiku, seakan berdesakan ingin keluar dari bola mataku. “ aku masih menjaga hatiku untukmu Rasyid aku sungguh mencintaimu” kedua tanganku menyentuh kedua pipi Rasyid, aku masih tidak percaya bahwa Rasyid sekarang berada didepanku,bersama dengan keluarnya air mataku aku mengucapkan itu pada Rasyid. Air mata rasyidpun tak mampu terbendung lagi, seolah menahan kerinduan bertahun-tahun kepadaku. “Alhamdulillah ya Rabb ..,aku juga masih menjaga kesucian cintaku untukmu Zizah...” nada bicaranya terpenggal-penggal. Aku mengajak Rasyid mengikuti pawai obor bersama, ramadhan kali ini benar-benar ramadhan terindahku,aku bersyukur masih bisa menghirup semangatnya, merasa nyaman dengan kehangatan pribadinya, menikmati binar indah matanya, senyum manisnya, lembut suaranya dan aku bersyukur bisa mengisi relung hatinya.setelah Rasyid mengatakan keinginan untuk menjadi muhrimku, Rasyid menemui ayahku dan akhirnya kedua orang tuaku merestui aku dengan Rasyid. 2 bulan setelah idul fitri aku dan Rasyid menikah. Aku berangkat ke bekasi dengan Rasyid karena kebetulan Rasyid menjadi staf Accounting disalah satu perusahaan disana, aku tinggal dirumah milik Rasyid dan pamanku ikut denganku. Sedangkan rumah pamanku ditempati oleh tanteku. Aku mengerti bahwa cinta sejati ada waktunya tersendiri, mungkin saat itu aku dan Rasyid belum tepat untuk berbicara masalah perasaan satu sama lain atau mungkin allah ingin menguji kekuatan cinta kita berdua. Percaya bahwa cinta akan berkembang indah pada waktunya ditempat dan keadaan yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Subhanallah...
Biodata Penulis
Nama lengkap             : Khoerotul  Maulidah
Nama Pena                  : Itdha Clyte
Tempat, tanggal lahir  : Tegal,12 Juni 1997
Pekerjaan                     : Pelajar
Sekolah                       : SMK Negeri 1 Slawi
Alamat e-mail              : khoerotulmaulidah@gmail.com
Blog Pribadi                : http://pelangisenjamaulida.blogspot.com

Unknown

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

3 komentar:

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com tipscantiknya.com kumpulanrumusnya.comnya.com